
SUARAPUBLIK.CO.ID – Banda Aceh | Gugatan pengelolaan blok Minyak dan Gas Bumi di Aceh oleh Anggota Komisi III DPRA, Asrizal H. Asnawi memasuki tahap sidang mediasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 6 September 2021.
Penggugat, Asrizal H. Asnawi didampinggi kuasa hukumnya dari Safaruddin SH & Patner, serta para tergugat 1-4 meliputi, Kementerian ESDM, SKK Migas, PT Pertamina dan Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA), diwakili masing-masing kuasa hukumnya, melakukan sidang mediasi dipimpin hakim PN Jakarta Pusat, Teguh Santoso, SH.
Menurut Asrizal, gugatan dimaksud diajukan lanataran para tergugat 1-4 tidak melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2015. Dimana, dalam Pasal 90, dijelaskan bahwa pengelolaan minyak dan gas di Aceh dilakukan bersama antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat.
“Dalam hal ini keduanya sudah sepakat membuat sebuah badan yang diberi nama Badan Pengelola Minyak dan Gas Aceh atau l disingkat BPMA,” tutur Asrizal kepada wartawan lewat sambumgan telepon, menukil kembali pernyataannya saat sidang mediasi, Senin petang.
Dijelaskan, Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2015, adalah turunan dari Undang-Undang Pemerintah Aceh Nomor 11 tahun 2006. “Ini sudah enam tahun tidak berjalan. Para tergugat abai terhadap aturan ini dan Aceh menjadi pihak yang dirugikan,” tegas politisi PAN Aceh ini.

Sidang mediasi gugatan pengelolaan blok Migas Aceh di PN Jakarta Pusat, Senin (6/9/2021)
Masih dari keterangan Asrizal. Hakim mediasi kemudian meminta penjelasan dari para tergugat dimulai dari pihak Kementerian ESDM selaku tergugat 1.
Dalam pemaparannya, kuasa hukum tergugat 1, mengatakan bahwa mereka merasa berkerja sudah sesuai dengan UU dan peraturan yang ada, sehingga tidak tahu atas dasar apa gugatan ini mengaitkan pihaknya.
Seterusnya, tergugat 2 SKK-Migas dalam penjelasannya mengatakan, pihaknya adalah eksekutor dan bekerja sesuai arahan pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM, sebagai regulator.
Kuasa hukum tergugat 3, PT Pertamina menyebut, pihaknya adalah perusahaan BUMN yang murni melakukan kerja bisnis. Jika pemerintah menginginkan adanya perpindahan kontrak kerja, maka perusahaan plat merah tersebut mengikuti petunjuk dan peraturan yang ada.
Sedangkan, tergugat 4, BPMA menyampaikan, bahwa fungsinya mereka sama dengan SKK MIGAS, hanya eksekutor, apabila sudah ada keputusan pemerintah melalui kementerian ESDM.
Setelah mendengar penjelasan dan klarifikasi dari penggugat dan para tergugat, lanjut Asrizal, hakim mediasi kemudian meminta penggugat dan tergugat 1 Kementerian ESDM untuk duduk dan berbicara lebih detail. Lantaran, muara gugatannya adalah prinsipal tergugat 1 yakni Kementerian ESDM.
“Diakhir sidang mediasi, Hakim memberi tenggat waktu hingga tanggal 28 September 2021, agar telah terjadi kesepakatan dari hasil pembicaraan antara saya selaku penggugat dengan tergugat 1 Kementerian ESDM,” urai Asrizal menjelaskan jalannya sidang mediasi.
Prinsipnya, tambah Asrizal, dirinya setuju untuk pembicaraan lanjutan dengan Kementerian ESDM. Hal ini, semata adalah itikad baik untuk menyelesaikan tata kelola blok Migas di Aceh sesuai PP No 23 tahun 2015. [SP-02]
0 Komentar