Home » Opini » Hardiknas: Refleksi yang Menjadi Inspirasi Intelektual Muda untuk Kemenangan Umat dan Kebangkitan Pendidikan Aceh

Hardiknas: Refleksi yang Menjadi Inspirasi Intelektual Muda untuk Kemenangan Umat dan Kebangkitan Pendidikan Aceh

05.18.2021
Share Berita

Keterangan Foto:
Dr. Basri, M.A. [Rektor IAIN Langsa]

Oleh: Dr. Basri, M.A.
[Rektor IAIN Langsa]

SUARAPUBLIK.CO.ID, Opini | Dalam sejarah kehidupan pendidikan di Indonesia, tanggal 2 Mei merupakan hari yang bersejarah dan sangat urgen diperingatinya, serta memiliki makna penting bagi perkembangan dan dinamika kehidupan pendidikan Indonesia untuk masa depan, sehingga dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional. pada setiap tanggal 2 Mei, diperingatan hari tersebut sekaligus dimeriahkan dengan rangkaian kegiatan untuk mengenang jasa seorang tokoh Nasional, yaitu  Ki Hajar Dewantara,  yang berjuang menantang Belanda tentang kebijakan untuk mendapatkan pendidikan bagi anak-anak bangsa, yang dijadikan sebagai inspirator, motivator dan tokoh yang menjadi teladan bangsa dalam pembangun pendidikan di Indonesia.  Seirama dengan peringatan hari Pendidikan Nasional tersebut memiliki  beberapa makna penting yang perlu kita  cermati yang menjadi nilai dasar bagi para intelektual dalam merespon perkembangan untuk kemajuan pendidikan, yaitu: Pertama, membangun kesadaran terhadap arti penting pendidikan, yaitu semua elemen masyarakat perlu memiliki sebuah kesadaran tentang bagaimana mendorong untuk terciptakannya suatu kondisi yang kondusif dalam pendidikan mulai dari kehidupan keluarga, lingkungan sekitarnya dan iklim dilembaga pendidikan agar terlaksanakannya proses pembelajaran yang efektif dan menyenangkan sehingga semua anak bangsa memiliki peluang yang memadai. serta kesempatan yang baik untuk mendapatkan pendidikan. Kedua, memiliki visi pendidikan yang visioner, yaitu Hardiknas membangun sebuah renungan untuk memproyeksikan bahwa visi pendidikan yang visioner dapat merespon perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tangkap terhadap isu-isu aktual yang berkembang sehingga pendidikan dapat mencerdaskan kehidupan bangsa, menjadi yang berkualitas dan bermartabat. Ketiga, belajar transfer ilmu dan nilai yaitu  proses pendidikan dan belajar yang dilaksanakan baik pada lembaga penddikan formal maupun dalam bentuk pelatihan lainnya adalah sebuah proses transfer ilmu pengetahuan dari guru terhadap peserta didik dan transfer nilai yang merupakan aplikatif dari ilmu yang didapatkan untuk membentuk karakter dan sebuah ketrampilan serta melahirkan generasi yang unggul mampu membangun peradaban bangsa. Keempat, kesempatan adalah untuk belajar yaitu  peluang dan waktu untuk dijadikan sebuah kesempatan dalam memperoleh ilmu pengetahuan, sehingga kehidupan ini akan efektif dalam upaya membangun pendidikan dan meningkatkan kualitas hidup.

Memahami makna dan arti pentingnya Hardiknas, yang merupakan hari kemenangan bagi bangsa Indonesia dalam perjuangan kebijakan dan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan bagi generasi bangsa, hal ini tentu terinspirasi untuk membangun dan menciptakan kualitas pendidikan yang lebih unggul untuk anak bangsa, agar mampu merespon kehidupan ini yang  sekaligus mempersiapkan generasi penerus bangsa yang  berkualitas, tentu dituntut adanya upaya-upaya yang harus dijalankan untuk  memperbaiki mutu pendidikan, yaitu; adanya perbaikan terhadap kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanakan pendidikan, sehingga kebijakan tersebut dapat merespon berbagai persoalan pendidikan yang berkembang,  upaya perbaikan dan penataan sarana dan prsarana pendidikan yang memadai dan standar sesuai dengan kebutahan proses pembelajaran, perbaikan manajemen pendidikan dan kelembagaan serta bagaimana penerapan sistem pendidikan yang tepat  dan baik dalam lembaga pendidikan.

Hari Pendidikan Nasional yang diperingati pada tanggal 2 Mei 2021 M. dalam suasana umat Islam menjalankan ibadah puasa Ramadhan 1442 H, yaitu umat Islam sedang dalam sebuah  perjuangan dengan penuh tantangan melawan hawa nafsu untuk mendapat kemenangan dan nilai ketaqwaan, sekaligus menjadi jiwa yang suci untuk perkembangan potensi-potensi ilahiyah bagi setiap  insan dalam kehidupan ini. Dalam perjalan sejarah Ramadhan merupakan bulan kemengan besar bagi umat dalam berbagai perjuangan menegakan kebenaran, diantaranya kemenangan Perang Badar (17 Ramadhan tahun 2 H.), kemenangan Fathu Makkah 10 Ramadhan tahun 8 H.), kemenagan Perang Tabuk (8 Ramdhan tahun 9 H.), kemenangan menyeberangi Selat Giblatar atau Jabal tariq (28 ramadhan tahun 92 H.), kemenangan Ain Jalut-Palestina utara (15 Ramadhan tahun 658 H.), dan berbagai kemengan lain bagi umat Islam untuk membentuk sebuah peradaban umat dan menjadi semangat kebangkitan moral untuk pewarisan intelektual dan peradaban dari generasi ke-generasi, sehingga kemerdekaan yang diperoleh untuk peningkatan kualitas kehidupan umat dan bangsa.

Aceh merupakan bagian dari Negara Reublik Indonesia yang memiliki karakter tersendiri dalam pendidikan, sebagai Daerah Istimewa yang memiliki otonomi khusus, termasuk di bidang pendidikan, maka perkembangan pendidikan memiliki ciri-ciri khusus sebagai cerminan dari budaya dan perjalanan sejarah kehidupan masyarakat Aceh. Perkembangan pendidikan di Aceh sejak berakhirnya kerajaan  Aceh sampai menjelang berakhirnya masa pembangunan jangka panjang pertama pada awal 1994 merupakan refleksi dari perjalanan sejarah Aceh dalam masa penuh dengan gejolak dan perubahan yang sangat drastis, struktur kehidupan politik masyarakat Aceh yang mengalami gejolak luar biasa, sejalan dengan gejolak Aceh mulai diperangi oleh Belanda pada tahun 1873. Dengan demikian Pendidikan di Aceh sekarang ini merupakan produk sejarah yang penuh dengan gejolak, yang membuat lembaga pendidikan pernah  hancur berantakan serta kehilangan guru dan murid-murid, sebagai produk dari suatu sejarah yang panjang dan penuh dengan gejolak, pendidikan Aceh telah mengalami perubahan-perubahan yang sangat drastis, namun sampai saat ini perjalanan dan perubahan itu masih terus berlanjut karena bentuk dan sistem pendidikan yang sudah ada, dirasakan belum memenuhi harapan masyarakat. Bentuk dan sistem pendidikan Aceh sekarang belum merupakan bentuk integral yang bersatu dan memiliki muatan nilai yang dapat mengangkat harkat dan martabat serta karakter masyarakat Aceh itu sendiri.

Keistimewaan Aceh merupakan suatu bentuk otonomi daerah yang diberikan (sejak tahun 1959) sebagai upaya meredakan komplik politik (menurut: Nazaruddin Syamsuddin). Meskipun secara struktural dan formal belum banyak yang  bisa dilakukan dalam mewujudkan keistimewaan dan otonomi tersebut, namun otonomi tersebut telah memberikan semangat tersendiri kepada masyarakat yang dapat mendorong masyarakat Aceh memenuhi berbagai keinginan untuk pembangunan pendidikan: sebenarnya konsep keistmewaan merupakan kesempatan besar utuk mencari, merumuskan dan menerapkan suatu bentuk dam model pendidikan yang terpadu sesuai dengan harapan masyarakat. Pendidikan yang berkembang di Aceh selama ini yaitu tradisi pendidikan yang diwariskan zaman kerajaan (dalam bentuk dayah dan meunasah), tadisi pendididkan yang ditinggalkan Belanda (dalam bentuk Sekolah) dan tradisi pendidikan modern (perpaduan antara dayah dengan sekolah), dan yang terakhir ini merupakan kreatif dan respon masyarakat terkahap tuntutan dan untuk menjawab perkembangan.

Dunia pendidikan merupakan salah satu ekonsistem terpenting untuk memupuk kaderisasi yang sehat, maka sosok inteletual mudalah yang lebih unggul dibandingkan kelompok masyarakat lainnnya. Intelektual muda memepunyai tangung jawab besar untuk mengukir masa depan bangsa yang lebih baik.  Kaum intelektual muda menjadi  barisan terdepan dalam  dengan semangat idealisme yang tinggi sebagai lokomotif pendidikan untuk mendorong transformasi sosial dan menggiring pada terciptanya revolusi sosial yang terstruktur dan terkendali. Telah tercatat dalam sejarah keunggulan dan kessuksesan gerakan intelektual muda, seperti:  tanggal 28 oktober 1928 mempersatukan pemuda di seluruh nusantara, 17 Agustus 1945, gerakan tersebut terlihat pemuda sebagai aktor terdapan, peran yang dimainkan oleh intelektual muda mendapat kesuksesan yang cemerlang dan mengukir  prestasi bangsa yang indah.

Intelektual muda memiliki potensi yang kuat serta semangat idealiame, maka peran dan fungsinya sangat penting untuk mengontrol, membangun dan mengubah suatu kondisi bangsa kearah yang lebih baik, maka eksistensi intelektual muda cukup stratetis yang sangat dibutuhkan oleh suatu bangsa untuk memajukan pendidikan, sehinggga menjadi barisan terdepan dalam menyuarakan kemajuan masyarakat, sedikiat ada lima peran yang harus dimainkan oleh intelektal muda: (1) Intelektulan muda memiliki dedikasi yang baik, kepribadian , akhlak  yang mulia. (2) Sebagai ogent of change : menyuarakan  perubahan-perubahan kebijakan untuk kemajuan bangsa.  (3) Sebagai Guardian of Value: menjaga nilai kebajikan yang ada, integritas, empati, keadilan, kenenaran (4) Sebagai moral fore:  mencerminkan sebagai karakter terbaik, upaya pembentukan sikap ideal, mewujudkan kehidupan yang berperadaban, pribadi yang menjadi contoh teladan bagi masyarakat  (5) Sebagai soial Control: peran yang signifikan untuk mengawasai kebijakan terhadap hal-hal yang bertentangan dengan norma-norma dan keadilan.

Sebagai intelektual muda Aceh yang memiliki semangat pembaharuan (reform) untuk kemajuan, apalagi yang sedang berada diperguruan tinggi menimpa ilmu pengetahuan, menjadi harapan untuk kebangkitan pendidikan yang lebih berkualitas serta dapat mendorong kemajuan bangsa yang berperadaban, perlu  mencerna dan membekali diri dengan beberapa aspek, yaitu: Pertama; memiliki kesadaran berpolitik terhadap kondisi kehidupan bernegera dan bermasyarakat. Kedua; visioner dalam memahami perkembangan pendidikan. Ketiga; memiliki semangat dan aktif dalam gerakan yang ilmiah. Keempat; mentalitas yang baik dan ta,at hukum, serta memiliki sikap yang sesuai budaya serta norma yang berlaku. Kelima;  memiliki peran sosial yang baik dan objektif dalam menyikapi dalam berbagai  kebijakan dan isu yang berkembang.

Aceh sebagai daerah Istimewa dengan karakter yang dinamis, unik dan islami yang puncak peradabannya yang cukup gemilang pada masa Kesultanan Iskandar Muda  (1607-1737) dengan kota terknalnya “Aceh Darussalam” untuk mengembalikan kemajuan yang telah dicapai masa tersebut, tentu melalui kebangkitan pendidikan yaitu pendidikan yang efektif dan visioner, dengan kosep pendidikan yang dapat mengangkatkan  sumber daya manusia yang berkualitas yang dilandasi dengan nilai-nilai ilahiyah, insaniyah, maka konsep pendidikan yang harus dikembagkan adalah: (1) Pendidikan integralistik  yaitu  pendidikan yang yang terpadu dan secara utuh berorentasi pada nilai-nilai ketuhanan (rabbaniyah-ilahiyah), nilai-nilai kemanusia (insaniyah) dan alam (alamiyah). (2) Pendidikan humanistic yaitu  Pendidkan yang berorenstasi memandang manusia sebagai manausia (humanisasi) dengan menghargai hak-hak asasi, hak untuk menyuarakan pendapat, mengembangkan potensi berpikir, berkemauan dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai luhur  kemanusiaan. (3) Pedidikan prakmatis yaitu memandang manusia makhluk fungsional yang perlu melangsungkan dan mempertahankan, mengembangkan hidupnya yang lebih baik serta mewujudkan manusia yang sadar akan kebutuhan-kebutruhan hidup dan memiliki kepekaaan kemanusiaan. (4) Pendidikan yang  berakar pada budaya yaitu  dapat mewujudkan manusia yang memahami eksistensinya dengan mimiliki kepribadian yang unggul, harga diri, percaya pada kemampuan sendiri membangun budaya berdasarkan pada budaya sendiri  yang didasarkan pada nilai-nilai ilahiyah.

Dengan demikian, sebagai sebuah tawaran untuk kemajuan dan kebangkitan pendidikan di Aceh dengan semangat dan terinspirasi sosok panutan Ki Hajar Dewantara, sekaligus memaknai semangat dalam merayakan Idul Fitri 1442 H, yang mendapat kemenangan umat dalam perjuangan melewan hawa nafsu untuk  mempertahankan potensi serta jiwa yang suci yang mencerminkan nilai-nilai ilahiyah, maka kompetensi yang dikembangkan para intelektual muda dalam proses pendidikan  yaitu; knowledge, skill, ability, social-kultural dan secara operasional dan terintegrasi dengan masyarakat, lingkungan sosial kulturalnya,  dan selalu menerima serta ikut dalam melakukan perubahan-perubahan, maka pendidikan yang dilakukan tidak sekedar alih budaya dan alih ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga sekaligus alih nilai (transfer of value), dengan pendidikan akan mencapai kesuksesan dalam kehidupan ini (‘aqliyah seculer sceiences) secara integral. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara:  perencana baik, fungsi yang strategis, pemanfa’atan potensi yang maksimal dan menyeluruh yang dapat mewujudkan peningkatan kualitas yang aplikatif, sikap, pengetahuan dan ketrampilan yang professional dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat (stakehorders).


Share Berita

POPULER

TERKAIT

Berita Terbaru

Penelitian Mahasiswa USU: Toleransi Beragama dalam Konteks Pancasila

Penelitian Mahasiswa USU: Toleransi Beragama dalam Konteks Pancasila

Teks Foto:ilustrasi SUARAPUBLIK.CO.ID – Opini | Toleransi merupakan kunci dari persatuan dari keberagaman umat beragama yang ada. Kebebasan memeluk agama yang dijamin oleh Negara Indonesia tidak berarti menutup diri dari agama lain di luar agama yang dianut. Kesadaran...

Urgensi Toleransi Beragama dalam Kehidupan Bermasyarakat

Urgensi Toleransi Beragama dalam Kehidupan Bermasyarakat

Teks Foto:ilustrasi SUARAPUBLIK.CO.ID – Opini | Sebagaimana kita ketahui, Indonesia merupakan negara dengan pluralisme agama, dimana tidak hanya satu agama saja yang diakui oleh negara, tetapi lebih dari satu agama, yakni agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha...

Profesi Para Nabi: Peternak Domba dan Biri-biri di Aceh Tamiang

Profesi Para Nabi: Peternak Domba dan Biri-biri di Aceh Tamiang

Teks Foto:Asrizal H. Asnawi bersama Rahmat--peternak domba di Aceh Tamiang (Facebook:Asrizal H. Asnawi) SUARAPUBLIK.CO.ID - Karang Baru | Anggota DPR Aceh Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Asrizal H. Asnawi, menulis tentang kisah inspiratif, dilaman sosial facebook...

About the Author

Redaksi

Comments

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *