SUARAPUBLIK.CO.ID – Bener Meriah | Gerakan Masyarakat Bener Meriah (GMBM) mengelar zikir akbar dan doa bersama, hal itu sebagai bentuk protes atas keputusan Gubernur Aceh nomor: 135.6/1267/2018 tanggal 2 November 2018 tentang tapal batas.
Zikir yang digelar di halaman belakang Kantor Bupati Bener Meriah dipimpin oleh Tgk Sukiman, Selasa [13/07/2021].
Reje Kampung Kecamatan Syiah Utama, Iskandar Samarki membacakan pernyataan sikapnya yakni, setelah keluarnya keputusan Gubernur Aceh nomor: 135.6/1267/2018 tentang penetapan tapal batas Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Bener Meriah berdasarkan Peta Topdam khususnya wilayah Syiah Utama Kampung Pasir Putih dengan Kampung Lubuk Pusaka Kecamatan Langkahan Aceh Utara yang ditetapkan berdasarkan Peta Topdam.
Menurut Iskandar, Peta Topdam bukan acuan untuk menentukan tapal batas tetapi peta tersebut digunakan oleh TNI untuk peta operasi keamanan. “Karena itu kami atas nama masyarakat Syiah Utama Samar Kilang khususnya Pasir Putih menolak keras keputusan Gubernur Aceh tersebut,” kata Iskandar.
Alasanya kata Iskandar, yang diputuskan tersebut tidak sesuai dengan fakta di lapangan, tidak sesuai sejarah dan asal usul desa yang telah ditentukan batas antara Kabupaten yang dimaksud dengan masa lampau.
Alasan lainya, penetapan tapal batas tersebut tidak didasari dengan hasil musyawarah dengan tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat yang berdomisili di daerah perbatasan yang dimaksud.
Dijelaskan Iskandar, Pasir Putih adalah daerah asal Samar Kilang bahkan sebelum Pemekaran Bener meriah masih Aceh tengah Pasir Putih telah dihuni oleh masyarakat dan sudah didefinitifkan oleh pemerintah menjadi sebuah desa.
Terkait persoalan tapal batas ini, harapan kami kepada Presiden Republik Indonesia melalui Menteri Dalam Negeri untuk meninjau dan mengkaji ulang keputusan Gubernur Aceh tersebut sebelum dituangkan dalam peraturan lebih lanjut terkait tapal batas.
“Kami juga meminta Kepada Mendagri untuk menurunkan tim verifikasi yang independen terlebih dahulu untuk melihat langsung fakta dan kondisi sebenarnya di lapangan sebelum peraturan tersebut diterbitkan, hal itu guna untuk menghindari konflik horizontal ditengah masyarakat”, ujarnya.
Sementara itu, Reje Kampung Rikit Musara Kecamatan Permata, Karena menurut dia Kampung Rikit Musara sudah ada sejak tahun 1980 an.
Untuk itu, Kami menolak keras keputusan Gubernur Aceh nomor: 135.6/1267/2018 tentang tapal batas yang mengacu pada peta topdan bukan peta untuk menentukan tapal batas, jelas Sahudin. [Wan Kurnia]
0 Komentar