Home » Daerah » Umat Katolik di Aceh Pilih Jalani Hukum Syariah

Umat Katolik di Aceh Pilih Jalani Hukum Syariah

10.04.2021
Share Berita

Keterangan Foto:
Ketua YARA, Safaruddin (ikat kepala) saat diskusi dengan Ketua FKUB Aceh, Pembina Umat Katolik dan dosen IAIN Arraniry di sebuah cafe di Banda Aceh, Senin [4/10/2021].

SUARAPUBLIK.CO.ID – Banda Aceh | Ternyata pemberlakukan Syariat Islam dalam peradilan di Aceh, menjadi hal menguntungkan bagi penganut agama lain.

Ikhwal ini terungkap dalam sebuah diskusi antara pembina umat Katolik di Aceh, Baron Ferison Pandiangan SAg MTH dengan Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin SH.

Hadir pula, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Aceh, Prof Dr H A Hamid Sarong SH MH, dan Hasan Basri M.Nur, seorang dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry, di sebuah café di Banda Aceh pada Senin, 4 Oktober 2021.

Pembina umat Katolik di Aceh, Baron Ferison Pandagian menyebut, beberapa penganut agama selain Islam di Aceh, dengan suka rela dan tanpa paksaan memilih diterapkan hukum syariah atas diri mereka demi mempercepat urusan peradilan.

Beberapa waktu lalu, kata Baron, ada penganut Katolik di Banda Aceh yang ditangkap polisi karena melakukan pelanggaran yaitu perdagangan minum keras.

Lalu, yang bersangkutan berkonsultasi dengan dirinya. Apakah telah keluar dari agama Katolik jika memilih untuk diterapkan hukum syariah dalam persidangan atas pelanggaran yang diperbuatnya.

“Setelah saya beri pemahaman, lalu yang bersangkutan memilih diterapkan pasal yang ada qanun jinayah atas dirinya. Yang bersangkutan menginginkan keluar dari penjara secepatnya agar dapat kembali mencari nafkah untuk mengepulkan asap dapur bagi anak isterinya,” papar Baron.

Baron melanjutkan, setelah yang bersangkutan dicambuk sebanyak 36 kali cambukan dan potong masa tahanan, lalu dia dibebaskan dan dapat kembali berkumpul dengan keluarga.

“Jadi dalam kasus ini tidak ada paksaan. Dia memilih sendiri untuk diterapkan hukum syariah atas kesalahan yang telah diperbuatnya,” ujar Baron yang hampir 11 tahun bermukim di Aceh.

Pada diskusi tersebut, Ketua YARA Safaruddin maupun Ketua FKUB Aceh, Hamid Sarong, meminta penduduk Aceh yang bukan beragama Islam, dan bukan dari suku bangsa Aceh untuk dapat terus menghormati keistimewaan Aceh.

Keistimewaan dan kekhususan tersebut sebagaimana telah diatur dalam UU Nomor 44 Tahun 1999 serta kekhususan Aceh yang diartur dalam UU Nomor 11 Tahun 2006.

“Ada dua status yang dimiliki Aceh yang membedakannya dari semua provinsi lain di Indonesia. Pertama dalam UU nomor 44 Tahun 1999 diatur tentang keistimewaan Aceh. Kedua dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 diatur tentang kekhususan Aceh,” jelas Safaruddin.

Adapun keistimewaan Aceh terdapat dalam empat aspek utama, yaitu dalam bidang agama (syariah), pendidikan, adat-istiadat dan kepemimpinan ulama.

“Hanya saja keistimewaan dalam aspek pendidikan Aceh masih sangat gelap gulita. Mutu pendidikan Aceh tahun 2021 versi Perguruan Tinggi berada di rangking 25, terendah di Pulau Sumatera dan rangkingnya jauh di bawah Papua Barat,” kata Safaruddin. [SP-25]


Share Berita

POPULER

TERKAIT

Berita Terbaru

KIP Bener Meriah Lantik 50 Anggota PPK

KIP Bener Meriah Lantik 50 Anggota PPK

SUARAPUBLIK.CO.ID - Bener Meriah | Komisi lndependen Pemilihan [KIP] Kabupaten Bener Meriah mengelar acara pelantikan PPK se-Kabupaten Bener Meriah di aula Setdakab, Rabu [04/1/2023]. Zuhprianda, S.Sos., Ketua Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih Partisipasi...

About the Author

Redaksi

Comments

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *